KAPTEN Pilot Letkol. Pnb. Chappy Hakim menerbangkan pesawat A-1341 dari Dili, Timor Leste menuju Canberra, Australia. Dia didapuk mengantar, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Jenderal TNI H. Try Sutrisno, yang akan melakukan kunjungan kerja. Penerbangan tersebut diuntungkan karena pesawat terdorong oleh kekuatan angin buritan (tail wind), sehingga pesawat meluncur dengan lebih kencang. Alhasil, peristiwa ini menghebohkan karena pesawat terpaksa mendarat di Canberra sekitar 30 menit lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan.

Karena kedatangan tamu terlalu cepat, protokol Australia kalang kabut. Mereka harus segera menginformasikan kepada semua pejabat Angkatan Bersenjata Australia yang akan menyambut rombongan Panglima ABRI. Meski beberapa pejabat tinggi Angkatan Bersenjata Australia tidak dapat mengikuti upacara penyambutan, Chief of the Defence Force (CDF), Jenderal Peter Courtney Gration dan istri berhasil datang lebih awal dan menyambut tamu kehormatan dari Indonesia.

Sepenggal kisah pada Juli 1989 tersebut diceritakan kembali oleh Try Sutrisno dalam “Sekapur Sirih” di buku Dari Segara ke Angkasa: Dari Prajurit Udara ke Penulis dan Guru. Buku autobiografi yang pernah diterbitkan oleh Dinas Penerangan TNI AU tahun 2005 tersebut diterbitkan lagi dalam edisi revisi oleh Penerbit Buku Kompas. Selain buku tersebut, masih ada enam buku lain yang diluncurkan serentak, bertepatan dengan ulang tahun ke-70 Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim. Enam buku tersebut adalah Menjaga Ibu Pertiwi & Bapak Angkasa: Membangun Pertahanan Keamanan Negara, Defence & Aviation: Menjaga Kedaulatan Negara di Udara, Dari Capung sampai Hercules: 70 Tuturan tentang Chappy Hakim, Martabat Ibu Pertiwi di Selat Malaka, Rute Penerbangan Pemersatu Bangsa, dan 100 Artikel Chappy Hakim. Empat buku diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas; dan tiga lainnya diterbitkan oleh Grasindo.

Tujuh buku tersebut diluncurkan sekaligus oleh Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), Chappy Hakim dalam acara syukuran bersama keluarga dan lingkar sahabat. Acara syukuran–yang dikemas dalam bentuk diskusi dan bedah buku–dihelat di Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, pada Minggu, 17 Desember 2017. Skadron Udara 31 disulap menjadi tempat diskusi yang menyenangkan. Dua pesawat angkut Hercules menjadi latar acara tersebut. Sesekali, bunyi gemuruh pesawat yang naik-turun di Bandara Halim Perdanakusuma menambah nuansa diskusi kedirgantaraan kian semarak.

Dalam peluncuran dan diskusi buku itu, hadir sebagai pembicara: Dr. Ninok Leksono, M.A., redaktur senior harian Kompas sekaligus Rektor Universitas Multimedia Nusantara; Kol. Pnb. Supri Abu, S.H., M.H., Kepala Dinas Hukum Dirgantara TNI AU; Prof. Ir. Jusman Syafii Djamal, mantan Menteri Perhubungan (2007-2009) dan Komisaris Utama Garuda Indonesia. Sementara itu, moderator acara ini adalah Tascha Liudmila, putri Chappy Hakim. Semua narasumber menggarisbawahi mengenai kedaulatan udara di seluruh wilayah Tanah Air. Mereka menekankan pentingnya kesiapan bangsa Indonesia dalam bidang teknologi dan sumber daya manusia untuk menyongsong “era dirgantara”. Salah satu topik yang mengemuka adalah Flight Information Region (FIR) yang berhubungan dengan Singapura. FIR yang sejak 1946 dikelola oleh Singapura ini mencakup Kepulauan Riau, Tanjungpinang, Natuna, Serawak dan Semenanjung Malaka. Undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan sebenarnya sudah mengatur tentang persoalan FIR ini. Bahkan, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) mengenai pengambilalihan FIR dari Singapura. Presiden telah memerintahkan seluruh jajaran terkait untuk mempersiapkan pengambilalihan FIR ini. Persiapan yang direncanakan akan berlangsung selama 3-4 tahun tersebut berfokus pada kesiapan personel, peralatan, dan yang paling utama adalah teknologi. Terkait dengan FIR ini, Chappy menegaskan bahwa saat ini tinggal menunggu sejauh mana kecepatan pemerintah mempersiapkan pengambilalihan dari Singapura. Hal ini sangat mendesak dan penting, lanjut Chappy, karena kolom udara yang dikuasai Singapura itu termasuk dalam kategori critical border.

Secara simbolis, sebelum acara syukuran dimulai, Chappy telah menyerahkan seratus eksemplar buku tentang kedirgantaraan kepada TNI AU, yang diterima oleh Kasau, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, yang pada 8 Desember 2017 diangkat oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai Panglima TNI. Kemudian, pada pembukaan acara, Chappy juga menyerahkan buah karyanya kepada Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn.) H. Try Sutrisno; mantan Kasau dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Marsekal TNI (Purn) Herman Prayitno; konduktor dan komposer nasional, Addie Muljadi Sumaatmadja; mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Prof. Dr. Anwar Nasution; serta sejarawan senior, Dr. Asvi Warman Adam.

Hadir pula–menggantikan Kasau yang berhalangan hadir–Wakasau, Marsekal Madya TNI Yuyu Sutisna, S.E., S.Sos., M.M. Dalam sambutan Kasau yang ia bacakan, Kasau berharap agar peluncuran tujuh buku Chappy Hakim ini menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan bahan rujukan tentang kedirgantaraan bagi generasi muda, terutama para prajurit TNI AU. Kesiapan generasi penerus bangsa memasuki “era dirgantara” tergantung dari dinamika yang dibangun dalam hal-hal yang menyangkut kedirgantaraan. “Nenek moyangku orang pelaut; anak-cucuku insan dirgantara,” demikian Chappy. (RBE)