Makrifat Cinta

Candra Malik, akrab disapa Gus Can, Beliau mengasuh sebuah pesantren kecil di Segoro Gunung, kaki Gunung Lawu, Karang Anyar. Makrifat Cinta adalah masterpiece yang menandai kepenulisannya dengan tema-tema tasawuf.

Buku ini sungguh baik dibaca mereka yang sedang dilanda dan mengalami cinta. Bukan sekadar memikirkan, apalagi membayangkannya. Sebab, Gus Candra telah menulis oase religiusitas yang berupa merawat dan memulihkan kehidupan. Sangat bermanfaat bagi zaman yang kering makna hidup seperti sekarang. Ia telah  mencapai agama cinta yang universal.

Makrifat Cinta       

“Washthana’tuka, dan Aku telah memilihmu untuk Diri-ku” (QS Tha Ha: 41)

“Satu di antara banyak pesan dari ayahku yang kuingat adalah jangan mudah mengangkat dirimu sendiri, apalagi mengaku-aku, sebagai murid seorang guru”, kata Ahmad. Lebih mulia jika berucap, “Aku berguru padanya,” daripada berkata “Aku muridnya.” Sebagaimana dalam hakikat cinta, Allah-lah yang menyebut hamba-Nya yang Dia cintai sebagai kekasih, bukan hamba itu yang memproklamirkan dirinya sendiri. Dalam kisah ini, guru kami adalah Abdulqadir bin Ahmad Assegaf, seorang imam masjid dan guru mengaji yang bersahaja dari Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah. Semoga Allah mencintai-Nya.

Mengalami Cinta yang Tanpa Syarat

“Qul Fali’l-laahi ‘l- baalighatu falau syaa’a lahada kum ajma’iina: katakanlah: Allah mempunyai hujjah yang jelas dan kuat, yang jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kalian seluruhnya.: (QA AL-An;am: 149).

Di dalam setiap hal terkandung kebaikan. Induk setiap kebaikan adalah kebenaran, dan hanya Allah-lah yang Maha Benar. Kebenaran adalah dari Tuhanmu, oleh karena itu janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang meragu. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang mereka menghadap ke sana. Maka berlomba-lombalah dalam kebajikan. Di mana pun engkau berada, pasti Allah akan mengumpulkan kalian semua. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (       QS Al-Baqarah: 147-148). Tatkala kebenaran yang telah melahirkan kebaikan, maka kebaikan itu akan tumbuh sebagai cinta dan berkembanglah kasih sayang.

Inilah agama Ibrahim, agama yang mengajarkan cinta, yang siapa mengikuti agama itu maka dialah yang mencitain Allah dengan sungguh-sungguh mencintai dan akan dicintai Allah.  “Qul inkuntum tuhibbuna ‘l-laaha fattabi’uuni, yuhbibkumu ‘l-laahu wa yaghfirlakum dzunuubakum wa ‘l-laahu ghafuurun-rrahiimun:  jika engkau benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang,” QS Ali’ Imran: 31. Adakah yang lebih baik daripada Makrifat Cinta kepada Allah, Sang Maha Cinta?