Penulis: Ignatius Herjanjam
Ukuran: 15 x 23 cm
Halaman: 232 halaman
SINOPSIS:
Ignatius Herjanjam seorang guru, wartawan, dan juga pembimbing catur. Profesi yang susah dilakoni karena Ignas mengalami low vision, ketajaman matanya hanya 20 persen. Ini merupakan hambatan. Ignas bahkan tak bisa mengenali perawat yang memandikan, apakah cantik putih atau berkulit sawo matang. Juga dalam bermain catur, ada hambatan karena menggunakan biji catur dengan paku yang berbeda.
Tapi yang sangat mengganggu adalah ketika menjalankan tugas jurnalistik. Suasana sekitar tampak kabur sehingga dalam menjalankan tugas ia sering menabrak tembok, jatuh ke parit, atau keliru ruang pertemuan. Gara-gara keterbatasan ini, ia bahkan pernah salah memotret jenazah. Mestinya wajah, yang terambil malah kaki. Sesuatu yang tak terjadi pada jurnalis biasa. Kisah cintanya juga bikin haru sekaligus lucu. Penolakan pihak perempuan diawali dengan kecurigaan karena Ignas selalu dibonceng sang pacar. Bagaimana bisa memimpin keluarga kalau naik motor saja tidak bisa?
Semua diceritakan dengan jernih, fasih tanpa merintih. Kalaupun ada, itu dari disabilitas lain yang mengeluhkan, “Kalau boleh memilih saya tidak ingin dilahirkan.” Sungguh semua ini kekayaan batin yang luar biasa, yang dialami, dilakoni, dan kemudian dibagi. Dan masih berlangsung sampai hari ini dengan hadir sebagai penceramah, pembicara, motivator, atau tugas mewawancarai dan melaporkan.
Buku ini lebih dari sebuah karya dari pikiran penulis, tetapi juga manifestasi dari sebuah kebesaran hati. Pesannya sangat jelas, bagaimanapun sulitnya keadaan Anda serta beban dan rintangan apa pun yang Anda hadapi saat ini, Anda masih punya harapan!