Judul Buku : Sajaksel. Kumpulan Sajak Urban, Korporat, dan Start Up.
Penulis : Henry Manampiring
Ukuran : 14cm x 21cm
Tebal : 112 hlm
“Jaksel” (Jakarta Selatan) beberapa waktu yang lalu sempat hangat menjadi bahan roasting-an komika dan media sosial. Dari “bahasa Jaksel” (yang mencampur-campur Bahasa Indonesia dan Inggris), sampai fenomena takut terlihat miskin.
Akan tetapi, “Jaksel” dalam buku ini tidak terbatas hanya pada daerah Jakarta Selatan yang aktual. Seperti kutipan di awal, Jaksel bukanlah batas geografis kota madya di sebuah kota yang (saat buku ini ditulis) tidak jelas statusnya masih “ibu” atau bukan. Jaksel is a people (hei, berima loh). Jaksel merujuk kepada orang-orang yang sangat memikirkan status sosial mereka, yang bekerja bukan lagi untuk mencari nafkah, melainkan untuk pengakuan. Yang pernikahannya tidak seindah postingan Instagram. Yang rela disedot darahnya demi nilai saham. Yang baru bangkit dari mati saat weekend. Orang-orang ini ada di berbagai penjuru Indonesia, bahkan dunia. Inilah kaum “Jaksel” yang dimaksud.
Buku ini bisa dibaca sendiri, atau sebagai kembaran buku 50 to 20 yang terbit bersamaan. Beberapa topik dari buku ini disampaikan dalam bahasa yang lugas di “saudara kembar”-nya. Buku ini juga petualangan kata pertama saya ke dunia sajak. Saya sadar betul bahwa pasti ia penuh kelemahan. Jadi, kritiklah, hujatlah, roasting-lah!