Judul Buku: Hubungan Diplomatik Indonesia-Belanda Masa Awal (1949-1956)
Penulis: FX. Widiarso
Ukuran: 14 x 21 cm
Tebal: 110 hlm
SINOPSIS:
Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda tidak dapat dilepaskan dari hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, terutama Statuta Uni. Dalam Uni Indonesia-Belanda, kedua negara memiliki hubungan setara yang bersifat khusus. Atas dasar tersebut, kedua negara membuka hubungan diplomatik pada tingkat Komisariat Agung, yang dikepalai oleh seorang Komisaris Agung, dengan gelar diplomatik duta besar. Hubungan khusus tersebut bertahan sampai dengan tahun 1956, ketika Indonesia secara sepihak membubarkan Uni Indonesia-Belanda.
Indonesia membuka Komisariat Agung pada tanggal 6 Februari 1950, bertepatan dengan penyerahan surat kepercayaan Mohamad Roem kepada Ratu Juliana. Roem menjadi satu-satunya Komisaris Agung Indonesia untuk Kerajaan Belanda, karena setelah dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Natsir (1950-1951), Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak mengangkat seorang komisaris agung. Hal tersebut disebabkan oleh memburuknya hubungan antara Indonesia dan Belanda, karena masalah Irian Barat.
Setelah Roem, posisi kepala perwakilan Indonesia di Den Haag sampai dengan pembubaran Uni hanya diisi oleh seorang kuasa usaha, berturut-turut Djumhana Wiriaatmadja, Susanto Tirtoprodjo, dan Kwee Djie Hoo.
Hubungan khusus tersebut bertahan sampai dengan tahun 1956, ketika Indonesia secara sepihak membubarkan Uni Indonesia-Belanda. Keputusan tersebut mengubah Komisariat Agung menjadi Kedutaan Besar RI, yang bertahan hingga kini.