A.Mustofa Bisri lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944. Gus Mus – panggilan akrab yang juga mengajar di Pesantren Taman Pelajar Rembang, selain menjadi Rais PBNU.
“Kalau pengajian-pengajian itu jelas pengaruhnya pada jamaah sih tidak masalah. Ini tidak. Pengajian-pengajian yang begitu intens dan begitu tinggi volumenya itu sepertinya hanya masuk kuping kanan dan langsung keluar lagi kuping kiri. Tak membekas. Buktinya mereka yang bakhil ya tetap bakhil; yang hatinya tajam ya tetap tajam; yang suka berkelahi dengan saudaranya ya masih terus berkelahi; yang bebal terhadap penderitaan juga tidak kunjung mejadi peka; yang suka menang-menangan ya tidak insyaf. Pendek kata seolah-olah kita tidak ada korelasi antara pengajian dengan netral mereka yang diberi pengajian”
Lukisan Kaligrafi
Ustadz Bachri sama sekali tidak menyangka. Bermula dari kunjungan seorang kawan lamanya, Hardi, Pelukis yang capek mengikuti idealismenya sendiri, lalu mengikuti jejak banyak seniman yang lain; berbisnis, meski bisnisnya masih dalam lingkup bidang yang dikuasainya. Menurut Hardi, di samping silaturahmi, kedatangannya juga dimaksudkan untuk berbincang-bincang dengan Ustadz Bachri soal Kaligrafi. Ustadz Bachri sendiri, yang sedikit banyak mengerti soal kaligrafi Arab, segera menyambut antusias.
Ketika seorang tamu yang hendak pulang dan terhenti Karena melihat tulisan diatas kanvas, beliau langsung meminta Ustadz Bachri untuk menjadi pelukis kaligrafi kebetulan akan ada pameran. Ustadz Bachri tidak bisa berkata-kata, tapi rasa tertantang muncul dalam dirinya. Kenapa tidak, pikirnya. Orang yang tak tahu Khath saja berani memamerkan kaligrafinya, mengapa dia tidak?
Ustadz Bachri sangat kesulitan ketika membuat lukisan tunggalnya itu. Beberapa kali hingga pergi ke kota untuk melihat lukisan kaligrafi karya seniman terkenal. Hingga ketika waktu semakin dekat Ustadz Bachri harus menyerahkan lukisan yang akan dipamerkan saat itu. Ketika Hardi menanyakan judul dan harga untuk lukisan yang dibuatnya Ia hanya bilang “terserah”.
Pameran itu dimulai dengan banyak pidato-pidato dari seniman terkenal lainnya, Ustadz Bachri mengumpat dibelakang kerumunan orang, Ia sambil mencari lukisannya yang menurut Hardi akan dipajang pada pameran itu. Lukisan tunggal karyanya ternyata sudah dibeli oleh seorang pengusaha dengan harga yang membuat Ustadz Bachri terkejut. Kejadian itu membuat Ustadz Bachri dikerumuni wartawan dan keesokan harinya semua media memuat berita tentangnya.
Ketika makan siang, istri dan anak-anakanya ganti mengerubutinya dengan berbagai pertanyaan tentang lukisan tunggalnya itu pula. Isterinya juga tidak mau kalah rupanya. Tidak sabar menunggu dia jawab pertanyaan-pertanyaan anak-anaknya. Dan Bachri tak tahu apakah mereka percaya atau tidak penjelasannya. (YUK).