Penulis buku ingin menegaskan ALDERA dari awal memang bukan gerakan spontan anak muda yang terpanggil untuk mengubah pemerintahan Soeharto, tapi gerakan anak muda yang ingin menjadi kekuatan politik dan menjadi partai, namun gagal seperti sejumlah partai baru setelah reformasi. Gagal menjadi kekuatan politik mainstream yang mampu mengawal perubahan. Mereka berhadapan dengan elite lama yang meng-upgrade diri menjadi kekuatan dominan.
Hariman Siregar—aktivis Malari 1974
Tidaklah mungkin mempelajari gerakan politik kaum muda Indonesia pada periode 1990-an tanpa mengenal ALDERA. ALDERA bukan cuma segelintir kaum muda—laki-laki dan perempuan—kritis yang militan melawan rezim otoriter dan korup. Lebih dari itu, ia mengajukan diri sebagai bagian gerakan besar pro-demokrasi, bersama gerakan buruh, tani, perempuan, agraria, lingkungan, masyarakat adat, pelajar, dan lainnya, berjuang untuk cita-cita masyarakat dunia yang berkeadilan.
Valentina Sagala—Advokat; Penulis; Pendiri Institut Perempuan
Era 90-an adalah zaman yang romantis. Anak-anak muda belum dicemari politik praktis ataupun cita-cita kekuasaan. Para aktivis masih “idealis”. ALDERA adalah salah satu kawah candradimuka terpenting untuk menempa pemuda-pemudi kritis yang dengan berani melawan suatu rezim yang pada saat itu seperti tak bisa dijatuhkan: Rezim Soeharto atau Orde Baru. Buku ini adalah catatan awal tentang zaman itu, yang sangat menarik untuk dilanjutkan.
Ayu Utami—Novelis
Bukan hanya menarik untuk dibaca, tetapi kecermatan ALDERA menangkap dinamika sosial politik tetap relevan untuk diadopsi pada etape-etape tertentu, ketika kekuasaan sudah menjelma sebagai instrumen pengepul kekayaan oleh elit dan semakin abai serta represif pada rakyat, yang justru seharusnya dilindungi dan disejahterakan.
Hendardi—Ketua SETARA Institute
ALDERA: Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Tebal: 324 halaman
Terbit: September 2022