Judul : Telusur Potensi Aceh Saat Perjalanan Jelajah Sepeda
Penulis : Kumpulan Arsip Publikasi Kompas
Ukuran : 14 x 21 cm
Halaman : 73 Halaman
Aceh Selatan seperti cermin ironi kejayaan masa lalu yang tak pernah habis di republik ini. Meskipun pernah menjadi primadona bagi bangsa-bangsa asing pada ratusan tahun lalu, hingga kini kehidupan masyarakatnya masih dililit dengan kemiskinan. Mereka tetap hidup dalam keprihatinan meskipun sudah lebih setengah abad merdeka. Tanaman kelapa sawit menjadi pemandangan yang mendominasi peserta ”Jelajah Sepeda Kompas-PGN Sabang-Padang”, saat menempuh etape keempat Aceh Barat-Blang Pidie. Dari jalanan yang landai hingga medan berbukit, tanaman ini seperti menunjukkan ”kekuasaannya” atas tanah rakyat. Namun, melimpahnya kelapa sawit tak hanya menghadirkan tembang kemakmuran bagi rakyat di sekitarnya, tetapi juga menyisakanm kehancuran dan penderitaan yang bertubi-tubi. Nasib serupa juga dialami oleh masyarakat pesisir. Nasib nelayan Labuhan Haji saat ini memang tak berjaya seperti pada tahun 1970-an dan 1980- an. Dulu, kawasan ini adalah pelabuhan ikan terbesar di Sumatera bagian utara. Bahkan, pada zaman Belanda pelabuhan ini jadi tempat mengirim berbagai macam hasil bumi lainnya, terutama nilam dan rempah-rempah. Namun, gemerlap itu kini, tak terlihat lagi. Unit pengolahan ikan terlihat kusam dan nyaris tak ada aktivitas. Pasar penjualan ikan dan toko-toko di dekat area pelabuhan pun lebih sering tutup. Nasib suram pelabuhan tersebut seakan sama dengan nasib para nelayannya. Melintasi sepanjang rute Aceh bagian barat, tim Jelajah Sepeda Kompas-PGN Sabang-Padang seolah menyaksikan potensi besar itu seakan tertidur.