Judul Buku: Mengembalikan Tionghoa ke Dalam Historiografi Indonesia
Penulis: Asvi Warman Adam
Ukuran Buku : 15 cm x 23 cm, 250 halaman
SINOPSIS :
Tahun 2024 menandai 70 tahun Asvi Warman Adam, sejarawan sekaligus peneliti bidang sejarah sosial politik Indonesia yang banyak menorehkan kiprah dan menghasilkan karya akademik di bidangnya. Tahun 2024 juga menandai purnatugasnya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setelah hampir 40 tahun mengabdi dan mengikuti metamorfosis lembaga riset nasional ini, mulai dari Lembaga Riset Kebudayaan Nasional (LRKN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hingga kini bernama BRIN.
Buku ini hadir sebagai kumpulan buah pemikiran Asvi mengenai etnis Tionghoa Indonesia, baik yang telah dipublikasi dalam bentuk artikel koran, jurnal, bagian dari buku, maupun tulisan populer lain. Dari buku ini, kita akan melihat Asvi tidak hanya peneliti di menara gading, tetapi seorang intelektual-aktivis yang berjuang mewujudkan kesetaraan bagi etnis Tionghoa.
Koleksi tulisan Prof. Dr. Asvi Warman Adam ini merupakan rekam jejak seorang sarjana dan intelektual publik Indonesia yang konsisten meluruskan peran Tionghoa dalam historiografi Indonesia. Dari tulisan-tulisan ini, para pembaca akan menyaksikan bagaimana sejarawan ulung ini tanpa rasa takut maupun pilih kasih, dengan gigih mengembalikan Tionghoa―yang sengaja dihilangkan dari buku sejarah oleh Orde Baru―ke dalam tubuh sejarah nasional Indonesia. Asvi turut menyukseskan terpilihnya Laksamana John Lie sebagai Pahlawan Nasional. Dia juga terus-menerus menyerukan agar Tionghoa dimasukkan ke dalam buku pelajaran Sejarah Indonesia, meskipun masih belum berhasil! Buku ini mengandung makna yang sangat besar!
Prof. Dr. Leo Suryadinata, Visiting Senior Fellow,
ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura
“The Superior man does not set his mind either for anything, or against anything; what is right he will follow.” Tepatlah kiranya kalimat bijak dari Konfusius ini disandang oleh sejarawan sejati: Prof. Asvi Warman Adam yang tiada hentinya menyuarakan tentang “keadilan” dan “kesetaraan” dalam penulisan historiografi nasional secara inklusif.
Udaya Halim, Budayawan Tionghoa