Dalam Ngobrol #18, Faisal juga menjawab beberapa pertanyaan yang belum sempat dibahas ketika sesi berlangsung
Pertanyaan (T): Mas Faisal, apa yang memotivasi memulai menulis buku pertama?
Jawaban (J): Ketika saya mencoba mengingat kembali, saya pikir motivasi saya berasal dari keinginan untuk menyeimbangkan beberapa pemahaman yang mengemuka di masyarakat. Saya memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda dengan beberapa pandangan umum, hal itu selalu mengganggu pemikiran diri saya sendiri. Menulis buku bagi saya menjadi semacam terapi untuk menyalurkan pemikiran-pemikiran saya yang terpendam.
T: Pada kurikulum 2013, kegiatan literasi menjadi kegiatan wajib guna menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya membaca untuk menambah ilmu pengetahuan. Bagaimana tanggapan Mas Faisal terkait hal tersebut? Apakah hal itu bisa meningkatkan semangat menulis di kalangan anak muda di sekolah? Sebagai orang tua di masa pandemi, adakah kegiatan signifikan berkaitan dengan tulis-menulis yang bisa memberi inspiratif bagi orang tua yang juga berperan sebagai guru di rumah?
J: Menurut saya, membaca dan menulis tidak akan digandrungi oleh generasi muda apabila kegiatan tersebut “diwajibkan.” Di tempat lain, membaca dan menulis juga tidak akan menghasilkan karya yang mencerahkan apabila motivasi yang ditanamkan kepada generasi muda adalah untuk kemapanan (motivasi ekonomi) semata. Penekanan yang perlu ditanamkan pada generasi muda adalah membaca dan menulis sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan.
T: Saya bukan lulusan psikologi tapi berencana ingin menulis tentang psikologi dan pengembangan diri. Untuk risetnya harus berapa lama dan apa yang harus dilakukan agar buku yang diterbitkan tidak hanya berisi opini dan spekulasi satu arah saja?
J: Pada saat ini, latar belakang akademik tidak menjadi prasyarat maupun acuan utama baik bagi penerbit atau pembaca untuk mengonsumsi pemikiran seorang penulis pada bidang tertentu. Jadi, penulis memiliki ruang yang lebih leluasa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang baru. Terkait seberapa lama dan seberapa mendalam riset yang perlu ditempuh, hal ini hanya bisa diketahui oleh penulis itu sendiri. Sama seperti sebuah tali busur, seberapa jauh anak panah dapat melesat tergantung pada seberapa jauh kita kuat untuk menarik tali busur tersebut.
T: Dalam riset Bung Faisal tentang konsep generasi, adakah generation gap? Bagaimana mengatasi generation gap?
J: Generation gap akan selalu ada, terkait bagaimana cara mengatasi generasi gap akan saya utarakan pada karya saya berikutnya.
T: Bang Faisal, dalam berbicara kita sering diminta untuk berbicara santun. Apakah dalam menulis ada kriteria tulisan santun?
J: Kiat saya dalam menulis adalah berutur dengan ramah. Saya pikir ada beberapa tingkatan kesantunan dalam budaya kita. Sebagai contoh dalam Bahasa Jawa ada tingkatan-tingkatan “kromo.” Nah, bahasa ramah adalah tingkat kesantunan sehari-hari, artinya bahasa yang bersahabat. Bahasa yang ramah saya rasa bisa menjadi jalan tengah.
T: Menurut mas Faisal, apa penyebab literasi di Indonesia rendah dibandingkan negara yg lain? Netizen di Indonesia dilabeli tidak sopan. Apakah hal ini dikarenakan generasi muda yang condong ke hal negatif dibanding hal yang positif dalam memanfaatkan media sosial?
J: Terkait ketidaksantunan netizen, saya pikir tidak hanya terjadi di Indonesia, di negara-negara lain juga mengalami permasalahan yang sama. Kita perlu mengkritisi kehadiran media sosial serta pengaruh negatifnya sejauh ini, bahasan ini bisa menjadi penyeimbang yang mungkin akan menghasilkan kebijakan-kebijakan negara yang lebih tepat sasaran terkait etika bermedia sosial.
T: Dalam menceritakan pengalaman traveling, kehadiran foto menjadi daya tarik. Bagaimana komposisi foto dan isi cerita di dalamnya? Apakah lebih banyak foto dokumentasi lebih baik dibandingkan cerita atau sebaliknya?
J: Pada saat ini, foto sudah menjadi bahasa visual kita sehari-hari. Tentunya, kehadiran media sosial telah membuat standar estetika foto menjadi lebih tinggi dibandingkan era sebelumnya. Dengan demikian, menurut hemat saya, beri bobot yang lebih besar pada cerita apabila ingin menulis buku traveling.
T: Bagaimana cara mencari sponsor untuk menulis?
J: Langkah awal menulis dimulai dengan mencari gagasan yang orisinil serta menarik bagi segmen yang cukup luas. Apabila kita telah menemukan gagasan yang cemerlang, tentu sponsor akan lebih mudah didapatkan. Apabila langkah awal menulis diawali dengan niatan mendapatkan sponsor, tentu hasil tulisan kita tidak akan orisinil.
T: Mas Faisal, adakah nilai-nilai spriritual yg mewarnai tulisan Mas Faisal?
J: Saya sangat yakin bahwa ilham untuk menulis sangat bergantung pada kejernihan rohani. Oleh karena itu, pada saat sedang menulis naskah, biasanya saya lebih rajin melakukan ritual ibadah.
T: Bagaimana supaya tulisan kita bisa punya karakter khusus dan menjaganya agar tetap konsisten?
J: Karakter dalam menulis akan muncul ketika kita merasa percaya diri dengan karakter diri kita sendiri sebagai pribadi. Apabila kita merasa nyaman dengan karakter diri kita sendiri, hal tersebut akan mewarnai tulisan-tulisan kita.
T: Apakah memang sudah seharusnya kalau menulis atau menjadi penulis itu harus memiliki background yang berbeda atau sudut pandang dari selain bidang kepenulisan (sastra/bahasa Indonesia mengenai tata bahasa)?
Seperti misalnya: mas Faisal punya background psikologi-politik. Kemudian ada Rintik Sedu/Tsana punya background teknik, ada juga Gitasav yang punya background kimia murni, atau Boy Candra yang punya background manajemen pendidikan.
J: Tidak ada pakem demikian, namun saya pikir karena pada abad ke-21 ini permasalahan manusia kian kompleks sebagai dampak dari globalisasi. Maka dengan sendirinya seorang penulis perlu mempelajari berbagai cabang ilmu untuk memahami masalah-masalah tersebut.
T: Menurut Mas Faisal ke mana arah bonus demografi kita, menuju ke gagal atau ke bonus panen? Apakah sudah ada tanda-tanda di keseharian kita?
J: Kegagalan dan keberhasilan bisa dilihat dari berbagai sudut pandang serta kriteria. Di tempat lain, terdapat banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi hasil sebuah bonus demografi. Pada saat ini, saya memilih untuk berpegang pada pandangan optimis terhadap masa depan bonus demografi kita. Dengan optimisme kita akan mengambil pilihan-pilihan yang lebih baik dibandingkan bila kita berpegang pada pandangan pesimis.
T: Dalam 10 tahun ke depan genre buku apa yang paling diminati oleh semua masyarakat?
J: Melihat perkembangan buku melalui tabulasi New York Times Best Seller, saya melihat di masa depan buku bertemakan sains akan kembali meraih popularitas.
T: Bagaimana kiat menulis buku untuk pemula?
J: Pertama harus bahagia, kedua harus sering menulis di berbagai kesempatan.
T: Darimana saja data penelitian yang dipergunakan dalam menyusun buku Generasi Kembali Ke Akar ? Dan bagaimana triknya?
J: Data penelitian untuk naskah buku Generasi Kembali ke Akar yang utama berasal dari catatan-catatan etnografi saya. Sebagai data pendukung saya juga membaca buku-buku sejarah, buku ilmiah, jurnal ilmiah, serta menyertakan berbagai majalah anak muda sebagai referensi.
T: Generasi milenial kan identik dengan teknologi digital sehingga mereka biasa bekerja dengan teknologi. Akan tetapi, “katanya” kurang suka dengan aturan yang terlalu mengekang. Kira-kira bagaimana caranya supaya generasi milenial yang ahli teknologi digital ini mau bekerja di organisasi yang cenderung birokratis macam pemerintah, sebagai PNS?
Selain itu, apa yang harus disiapkan di organisasi pemerintah untuk membuat generasi milenial ini nyaman bekerja di dalamnya?
J: Sepengetahuan saya kenyamanan tidak selalu menghasilkan produktivitas. Saya sendiri sering menegur diri saya sendiri bila dalam kondisi terlalu nyaman, karena kenyamanan akan membuat saya tidak sanggup mencapai target tepat waktu. Dengan demikian, proses adaptasi dalam lingkungan organisasi harus terjadi pada kedua belah pihak, baik organisasi itu sendiri, maupun para pegawai mudanya. Organisasi memfasilitasi sebagian aspek aspirasi generasi muda, misal memberikan ruang demokratis bagi pegawai muda untuk berkreativitas, di tempat lain generasi muda juga harus memiliki komitmen terhadap produktivitas perusahaan.
T: Bagaimana pendapat Mas Faisal kepada generasi saat ini yang tidak terlalu menyukai membaca namun semakin banyak penulis?
J: Apabila seorang penulis tidak mengambil asupan dari buku lain, maka bisa dipastikan hasil tulisannya hanya berupa luapan emosi belaka. Contoh manifestasi dari hal tersebut dapat ditemukan dengan mudah di berbagai unggahan media sosial.
Dapatkan buku Generasi Kembali ke Akar karya M. Faisal hanya di Gerai Kompas